Kesenian Khas Banyumas Bagalan


Kesenian Khas Banyumas Begalan


Kesenian tradisonal Banyumas tumbuh dan berkembang di wilayang bekas karesidenan Banyumas, meliputi Kabupaten Cilacap, Kabupaten Banyumas, Kabupaten Purbalingga, dan Kkabupaten Banjarnegara. Sesuai dengan letak geografisnya, kesenian-kesenian yang terdapat pada wilayah tersebut berasal dari pusat kebudayaan keraton Mataram YogyakartaSurakarta, dan Sunda. Namun seiring dengan perekembangan zaman, pengaruh-pengaruh dari luar Banyumas tidak terlalu mempengaruhi kesenian asli Banyumas karena kesenian-kesenian Banyumas memiliki karakternya sendiri, yaitu kebudayaan ngapak. Kekhasan seni tradisi Banyumas bahkan menyebarkan pengaruh terhadap budaya sekitar, antara lain ke wilayah bekas keresidenan Kedu dan Pekalongan. Banyumas menyimpan aneka ragam kesenian khas yang tumbuh berkembang sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat pendukungnya. Beberapa di antaranya adalah: Laisan, Lengger-Calung, Angguk banyumasan, Wayang Kulit Gagrag Banyumasan, Gending Banyumasan, Begalan, Rengkong, Ebeg dan masih banyak lagi.
Salah kesenian khas yang ada di Banyumas yaitu tradisi Begalan. Begalan meruapakan budaya adat warisan leluhur yang sampai sekarang masih dilaksanakan oleh masyrakat banyumas. Begalan ini dilakukan pada acara pernikahan terutama pada pernikahan yang calon pengantin lelaki yang dalam silsilah keluarga menjadi anak sulung atau anak bungsu.   Di daerah Banyumas, tradisi Begalan ini menjadi bagian yang terpenting dalam prosesi pernikahan adat. Begitu kuatnya kepercayaan masyarakat Banyumas terhadap tradisi ini, seringkali pernikahan adat itu dinilai belum lengkap jika tradisi Begalan belum terlaksana.
Di dalam seni tradisi Begalan ada nuansa yang terkandung di dalamnya, yaitu, wejangan dari sesepuh selain di dalamnya ter­kandung pesan atau wejangan yang ditujukan kepada mempelai pasangan pe­ngantin. Tahun 1960-an seni tradisi Begalan menjadi prima­dona, terutama masyarakat yang masih taat dan menjunjung tinggi terhadap adat Namun dengan pengaruh perkembangan kesenian yang kian instan, acara Begalan sudah kian jarang dilakukan pada upacara pernikahan di Ka­rsidenan Banyumas.

Sejarah Begalan
Kata "Begalan" berasal dari bahasa Jawa, artinya perampokan. Dalam penya­jiannya memang terjadi dialog sesuai dengan le­genda. Syahdan, pada saat putri bungsu Adipati Wira­saba (Kec. Bukateja, Kab. Purbalingga) hendak dinikahkan dengan putri sulung Adipati Banyumas Pangeran Tirtokencono. Begalan wajib dilaksanakan. Sebab bila tata cara ini tidak diindahkan, dikhawatirkan bakal terjadi bencana atau musibah. Bencana bisa menimpa kedua mempelai dalam mengarungi bahtera hidup berumah tangga. Tradisi Begalan di dalamnya sangat dipercaya mengandung kekuatan gaib dan unsur Irasional. Menurut para pakar budaya di Banyumas, tra­disi begalan muncul sejak Pemerintah Bupati Ba­nyumas ke XIV, saat itu Raden Adipati Tjokronegoro (tahun 1850). Pada jaman itu Adipati Wirasaba berhajat mengawinkan putri bung­sunya Dewi Sukesi dengan Pangeran Tirtokencono, putra sulung Adipati Ba­nyumas. Satu minggu se­telah pernikahannya Sang Adipati Banyumas ber­kenan memboyong kedua mempelai dari Wirasaba ke Kadipaten Banyumas (ngun­duh temanten), berjarak kurang lebih 20 km. 
Setelah menyeberangi sungai Serayu dengan me­nggunakan perahu tambang, rombongan yang dikawal sesepuh dan pengawal Kadi­paten Wirasaba dan Ba­nyumas, di tengah per­jalanan yang angker di­hadang oleh seorang begal (perampok) berbadan tinggi besar, hendak merampas semua barang bawaan rombongan pengantin. Terjadilah peperangan antara para pengawal melawan Begal raksasa yang mengaku sebagai penunggu daerah tersebut. Pada saat pertempuran akhirnya begal dapat di­kalahkan. Kemudian lari menghilang masuk ke dalam Hutan yang angker dan wingit. Perjalanan dilanjut­kan kembali, melewati desa Sokaweradan Kedunguter. Sejak itu para leluhur daerah Banyumas berpesan terhadap anak cucu agar mentaati tata cara per­syaratan perkawinan, di­kandung maksud kedua mempelai terhindar dari marabahaya.

Proses Begalan
Upacara ini diadakan apabila mempelai laki-laki merupakan putra sulung. Begalan merupakan kombinasi antara seni tari dan seni tutur atau seni lawak dengan iringan gending. Sebagai layaknya tari klasik, gerak tarinya tak begitu terikat pada patokan tertentu yang penting gerak tarinya selaras dengan irama gending. Jumlah penari dua orang, seorang bertindak sebagai pembawa barangbarang (peralatan dapur) yang bernama Gunareka , dan seorang lagi bertindak sebagai pembegal/perampok yang bernama Rekaguna . Barang-barang yang dibawa antara lain ilir, cething, kukusan, saringan ampas, tampah, sorokan, centhong, siwur, irus, kendhil dan wangkring. Barang bawaan ini biasa disebut brenong kepang. Pembegal biasanya membawa pedang kayu yang bernama wlira. Kostum pemain cukup sederhana, umumnya mereka mengenakan busana Jawa.

Kostum dan Make Up Pelaku Begalan

Kostum yang dipakai sangat sederhana. Mereka hanya mengenakan pakaian adat Jawa saja. Pakaian yang digunakan untuk pementasan antara lain :
a.       Baju Kokok Hitam
b.      Stagen dan Sabuk
c.       Celana Komprang berwarna Hitam
d.      Kain Sarung
e.      Sampur atau Selendang menari
f.        Ikat Wulung berwarna Hitam
Cara mengenakan pakaian, pertama – tama celana dan baju lalu kain yang diberi stagen dan ikat panggung. Jika tidak ada kain boleh menggunakan sarung. Sampur dikalungkan pada lehernya.Terkadang Gunareka memakai topi kukusan. Rekaguna membawa pedang wlira. Make up –nya sederhana. Dahulu mereka menggunakan langes atau arang yang dihaluskan kemudian dicampurkan minyak kelapa. Campuran berwarna hitam untuk merias muka, membuat kumis, jambang, alis dan lain-lain. Bahan lain yang diperlukan yaitu bedak dan teres (sepuhan).

Perlengkapan Begalan


Perlengkapan yang digunakan pada saat pentas seni Begalan :
a.       Pikulan atau mbatan
Adalah alat pengangkat brenong kepang bagi peraga yang bernama Gunareka. Begal ini dari pihak pengantin pria atau kakung . Alat ini terbuat dari bambu yang melambangkan seorang pria yang akan berumah tangga harus dipertimbangkan terlebih dahulu, jangan sampai merasa kecewa setelah pernikahan sehingga k etika seorang pria mencari seorang calon istri maka harus dipertimbangkan bibit, bobot, dan bebetnya.
b.      Pedang Wlira
Adalah alat yang digunakan sebagai pemukul dengan ukuran panjang 1 meter, tebal 2cm, dan lebar 4 cm. Terbuat dari kayu pohon pinang. Pedang Wlira dibawa oleh Rekaguna dari pihak pengantin wanita yang menggambarkan seorang pria yang bertanggungjawab, berani menghadapi segala sesuatu yang menyangkut keselamatan keluarga dari ancaman bahaya.
c.       Brenong Kepang
Adalah barang – barang yang dibawa oleh Gunareka utusan dari keluarga mempelai pria berupa alat – alat dapur meliputi :
· Ian merupakan alat untuk angi nasi terbuat dari anyaman bambu yang menggambarkan bumi tempat kita berpijak.
· Ilir merupakan kipas yang terbuat dari anyaman bambu melambangkan seseorang yang sudah berkeluarga agar dapat membedakan perbuatan baik dan buruk sehingga dapat mengambil keputusan yang bijak saat sudah berumah tangga.
· Cething adalah alat yang digunakan untuk tempat nasi terbuat dari bambu. Maksudnya bahwa manusia hidup di masyarakat tidak boleh semunya sendiri tanpa mempedulikan orang lain dan lingkunganya.Manusia adalah mahluk sosial yang butuh orang lain
· Kukusan adalah alat untuk menank nasi yang terbuat dari anyaman bamboo berbentuk kerucut yang mempunyai arti kiasan bahwa seseorang yang sudah berumah tangga harus berjuang untuk menckupi kebutuhan hidup semaksimal mungkin.
· Centhong adalah alat untuk mengambil nasi pada saat nasi diangi, yang terbuat dari kayu atau hasil tempurung kelapa. Maksudnya seorang yang sudah berumah tangga mampu mengoreksi diri sendiri atau introspeksi sehingga ketika mendapatkan perselisihan antara kedua belah pihak (suami dan istri) dapat terselesaikan dengan baik. Selalu mengadakan musyawarah yang mufakat sehingga terwujudlah keluarga yang sejahtera, bahagia lahir dan batin.
· Irus adalah alat untuk mengambil dan mengaduk sayur yang terbuat dari kayu atau tempurung kelapa. Maksudnya ialah sesorang yang sudah berumah tangga hendaknya tidak tergiur atau tergoda dengan pria atau wanita lain yang dapat mengakibatkan retaknya hubungan rumah tangga.
· Siwur adalah alat untuk mengambil air terbuat dari tempurung kelapa yang masih utuh dengan melubangi di bagian atas dan diberi tangkai. Siwur merupakan kerata basa yaitu, asihe aja diawur – awur. Artinya, orang yang sudah berumah tangga harus dapat mengendalikan hawa nafsu, jangan suka menabur benih kasih saying kepada orang lain.
· Saringan ampas atau kalo adalah alat untuk menyaring ampas terbuat dari anyaman bambu yang memiliki arti bahwa setiap ada berita yang datang harus disaring atau harus hati – hati.
· Wangkring yaitu pikulan dari bambu. Filsafatnya adalah di dalam menjalani hidup ini berat ringan, senang susah hendaklah dipikul bersama antara suami dan istri

Pelaku begalan terdiri dua orang. Mereka berdialog saling tegang diiringi sebuah musik tradisional gamelan sederhana (kenong, ken­dang, gong). Kostum kedua pelaku dengan ciri warna­-warna dasar seperti hitam, putih, merah, dan biru. Semula dialog memakai bahasa Banyumas asli namun belakangan kadang menggunakan campuran bahasa Solo atau Yogya­karta. Kedua pelaku adalah wakil dari kedua mempelai. Pada saat saling argumen­tasi dan bertanya jawab, wakil mempelai putra biasanya disebut Surantani atau Jurutani. Sedangkan wakil perempuan disebut Suradenta. Konon sebutan nama Sura diambil pelaku seni begalan yang dulu sangat terkenal, berasal dari Desa Suro, Kecamatan Kalibagor, Kabupaten Banyu­mas. Mereka punya tugas yang berbeda. Suratani me­ngantar peralatan dapur dengan sebuah pikulan yang disebut Bronong Kepang menuju mempelai putri. Se­dangkan Suradenta menjaga mempelai putri, menyambut datangnya mempelai putra yang kelak menjadi pendamping hidup berumah tangga. 
Sesuai tugasnya, alat yang dipegang Suradenta berupa pemukul, disebut Pedang Wira yang berfungsi memukul periuk. Periuk terbuat dari tanah liat yang berasal dari tanah desa Gambarsari, Kecamatan Kemangkon berisi nasi ku­ning. Ketika periuk pecah dan penonton yang sebagian besar anak-anak mulai berebutan, maka pertanda berakhirnya pementasam tradisional Begalan. Menurut adat dan keper­cayaan, beras dan isi berupa makanan diberikan sebagai sesaji kepada Iwen supaya Wredhi. Artinya supaya berputra/putri banyak, sehat lahir batin, selamat dunia akhirat. Pertunjukkan seni begalan biasanya diselenggarakan di rumah pihak mempelai putri.

Keunikan Seni Begalan
1.       Di anggap sebagai upacara penolak bala.  Ada beberapa kesenian Banyumas yang masih dipercayai sebagai upacara penolak bala seperti Seni Begalan.
2.       Seni begalan sebagai tatanan, tuntunan, dan tontonan bagi masyarakat Banyumas.
Seni Begalan sebagai tatanan  adalah norma-norma atau adat yang berlaku, tuntunan merupakan hal-hal yang harus dituruti oleh orang-orang daerah tersebut, sedangkan tontonan berarti kesenian tersebut dijadikan pertunjukan. egalan menjadi suatu norma yang turun menurun dan harus diikuti oleh masyarakat Banyumas yang percaya dan sekaligus dapat menjadi tontonan bagi tamu undangan. Maka sampai sekarang, seni tutur Begalan masih sering diadakan oleh masyarakat Banyumas dan sekitarnya yang percaya untuk mengadakan Begalan pada hajat pernikahan putranya. 
Begalan dilaksanakan apabila ada pengantin pria sebagai anak sulung  mendapatkan jodoh putri sulung, pengantin putra sebagai anak bungsu mendapat jodoh putri bungsu, atau pengantin pria sulung mendapat jodoh putri bungsu. Hal ini dilaksanakan dengan maksud untuk memberikan wejangan, ular-ular atau nasihat yang ditujukan kepada mempelai dalam mengarungi kehidupan yang baru dalam keluarga maupun masyarakat. Nasihat atau petuah tersebut terdapat dalam dialog antara pemeran Suradenta sebagai begal menanyakan simbol perlengkapan atau barang-barang yang dibawa oleh pemeran Surantani. Surantani memberikan penjelasan satu persatu simbol dari perlengkapan tersebut.
3.       Iringan yang digunakan menggunakakan instrumen gamelan jawa, sedangkan     gerakan tarian disesuaikan dengan irama gamelan.
4.       Tarian Begalan dibawakan oleh dua orang pemain pria yang memerankan Gunareka dan Rekaguna.
5.       Dialog dengan gaya jenaka yang berisi tentang nasehat – nasehat penting bagi kedua mempelai dan penonton.
6.       Waktu pelaksanaan pada siang atau sore hari dan waktu yang dibutuhkan untuk pementasan kurang lebih satu jam.
7.       Tempat yang digunakan biasanya pelataran rumah (halaman) pengantin wanita.

Begalan merupakan tradisi kebuayaan Banyumas Jawa Tengah yang  pelaksanaanya dilakukan pada upacara pernikahan putra sulung atau bungsu. Pada dasarnya Tari Begalan adalah tarian rakyat yang menggunakan peralatan – peralatan (Properti) yang memiliki makna simbolis yang berguna bagi kehidupan masyarakat pendukungnya. Dialog dengan gaya jenaka ditampilkan dalam pertunjukan seni untuk rakyat yang berfungsi untuk menghibur. Kostum atau tata pakaian dan riasannya juga sederhana karena begalan termasuk bentuk kesenian rakyat yang bersifat sederhana. 

Saat ini dalam acara pernikahan masyarakat Banyumas sudah jarang sekali ditemukan tradisi Begalan. Kebanyakan masyarakat lebih memilih untuk mengadakan acara pernikahan yang modern dan berbau kebarat-baratan. Sebagai masyarakat Banyumas semestinya kita turut melestarikan tradisi kebudayaan Banyumas salah satunya tradisi Begalan.

Sumber referensi :


Komentar